Dampak dari hasil Perjanjian Renville, kabinet Amir Syarifuddin jatuh. Karena kecewa terhadap pemerintahan Indonesia, pada tanggal 28 Juni 1948 mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR). Kekuatan semakin bertambah setelah Muso kembali dari Moskow pada tanggal 11 Agustus 1948 bergabung dengan Amir Syarifuddin. FDR segera menyusun dokrin yaitu Jalan Baru, yang berisi: PKI sejak proklamasi seharusnya sudah muncul dan berperan sebagai pemimpin revolusi; Persetujuan Renville adalah kesalahan besar yang mencelakakan dan berbau reaksioner; Kabinet Amir seharusnya tidak mengundurkan diri sebab pokok di setiap revolusi adalah kekuasaan negara; Untuk sementara perlu dibentuk Front Nasional.
FDR didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis
Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). PKI banyak melakukan
kekacauan, terutama di Surakarta. Bagi PKI, Surakarta merupakan daerah kacau (wildwest) sedang Madiun merupakan basis gerilya.
Pada tanggal 18 September 1948, Muso memproklamasikan berdirinya Soviet
Republik Indonesia. Selanjutnya Muso
dan Amir Syarifuddin melakukan
pemberontakan dibantu Suripno, Kol. Muh. Dahlan, Maruto Darusman, Kol. Joko
Suyono, Oey Gie Hwat, Sarjono, Harjono, dan Katam Hadi.
Aksi ini dapat
menguasai Madiun dan sekitarnya (Blora, Rembang, Pati, Kudus, Purwadadi,
Ponorogo, dan Trenggalek). Tujuannya untuk meruntuhkan RI
serta Pancasila dan akan
menggantinya dengan negara komunis.
Panglima
Jenderal Sudirman segera memerintahkan kepada Kolonel Gatot Soebroto di Jawa
Tengah dan Kolonel Soengkono di Jawa Timur agar mengerahkan kekuatan TNI dan
polisi untuk menumpas pemberontak PKI. Dalam penumpasan
PKI ini banyak tokoh yang membantu seperti Mayor
Yono Sewoyo, Surahmad, Mayor Sabarudin, Letkol Sabidin, Sabirin Mochtar,
Sunaryadi dan Achmad-Wiranatakusumah.
Bersama rakyat,
Madiun dapat direbut tentara RI pada tanggal 30 September 1948. Pada tanggal 31
September 1948, Muso tertembak mati sedang tokoh PKI seperti Aidit melarikan
diri ke Cina dan Lukman melarikan diri ke Vietnam.
Pada
akhir November 1948, Amir Syarifuddin tertangkap di hutan Ngrambe, Grobogan Purwodadi bersama Suripno,
Haryono dan anak buahnya. Kemudian, pada tanggal 4 Desember 1948, Amir Syarifuddin dan kawan-kawannya
dibawa ke Yogyakarta kemudian dibawa ke Surakarta. Amir Syarifuddin dihukum mati pada tanggal 19
Desember 1948.
No comments:
Post a Comment