A. Tindakan persiapan PKI
Tindakan ini dimaksudkan agar PKI
memperoleh dukungan dari berbagai kalangan. Dan tindakan-tindakan PKI tersebut
diantaranya: Mengirim sukarelawan dalam konfrontasi dengan Malaysia; Melakukan
“aksi sepihak” tahun 1963, terutama di Jawa, Bali dan Sumatra Utara dengan
membagikan tanah kepada petani; Melakukan demonstrasi, menuntut kenaikan upah
di pabrik-pabrik, perusahaan, dan perkebunan; Memberikan latihan politik dan
militer kepada anggota pemuda rakyat dan gerwani. PKI akhirnya menuntut
pemerintah agar membentuk angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh, petani, dan
nelayan yang dipersenjatai; Menghancurkan lawan politiknya dengan jalan
mendukung pemerintah untuk membubarkan Masyumi, Murba, Manikebu (Manifesto
Kebudayaan); Menyebarkan isu tentang adanya Dewan Jenderal dalam Angkatan Darat
yang akan mengambil alih kekuasaan secara paksa dengan bantuan Amerika Serikat.
B Gerakan
30 September PKI
Gerakan 30 September 1965/PKI
merupakan gerakan sekelompok militer yang menculik dan membunuh sejumlah
perwira tinggi angkatan darat. Gerakan ini dipimpin Letkol. Untung (Komandan Batalyon I Cakrabirawa) yang
dibantu oleh satu batalyon dari Divisi Diponegoro, satu batalyon dari Divisi
Brawijaya, dan orang sipil dari pemuda rakyat.
Setelah menculik dan membunuh para perwira tinggi angkatan darat, pada tanggal 1 Oktober 1965 PKI dapat menguasai Studio RRI
Pusat dan Gedung Telekomunikasi. Letkol. Untung menyiarkan pengumuman bahwa “Gerakan 30
September” adalah gerakan kelompok militer yang bertindak untuk melindungi Presiden
Soekarno dari kudeta. Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang terdiri
atas jenderal-jenderal yang korup dan menikmati penghasilan tinggi serta menjadi kaki tangan CIA (Agen Rahasia Amerika).
Para korban kebiadapan PKI diangkat sebagai Pahlawan Revolusi. Berikut korban-korban
keganasan PKI:
1) Di Jakarta, para korbannya yaitu
a. Letjen.
Ahmad Yani, Men/Pangad
b. Mayjen.
S. Parman, Asisten I Men/Pangad
c. Mayjen.
R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad
d. Mayjen.
Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad
e. Brigjen.
D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad
f. Brigjen.
Sutoyo Siswomiharjo, Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal TNI AD
g. Lettu.
Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/Kepala Staf Angkatan Bersenjata
h. Brigadir
Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
Para jenderal itu di bawa ke Halim, dan
jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam. Setelah semuanya dibunuh, para
korban keganasan PKI tersebut dimasukkan dalam sebuah sumur tua yang sudah
tidak dipakai lagi di Lubang Buaya.
Ada satu Jenderal yang berhasil lolos dalam penculikan di Jakarta yaitu Jenderal Abdul Haris Nasution yang menjabat sebagai Menteri
Kompartemen Hankam/Kepala Staf Angkatan Darat. Akan tetapi putrinya yang
bernama Ade Irma Suryani tertembak oleh gerombolan penculik.
2) Di Yogyakarta, aksi pemberontakan dipimpin oleh Mayor Mulyono. Dan korbannya yaitu:
a. Kolonel
Katamso Dharmokusumo, Komandan Korem 072 Yogyakarta
b. Letnan
Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta
Kedua perwira itu dibunuh di asrama
Batalyon L di Desa Kentungan (di luar kota Yogyakarta).
Menghadapi situasi politik yang panas
tersebut Presiden Soekarno berangkat menuju Halim Perdanakusumah, dan segera
mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan
kewaspadaan serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Mayor Jenderal
Soeharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) mengambil
alih komando Angkatan Darat, karena belum adanya kepastian mengenai Letnan
Jenderal Ahmad Yani yang menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat.
C. Pelaksanaan
penumpasan G 30S/PKI baik di pusat maupun di daerah
1) Tanggal 1 Oktober
1965
Operasi yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dapat merebut kembali RRI dan
Kantor Telkomunikasi sekitar pukul 19.00. Selanjutnya Mayor Jenderal Soeharto
selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan lewat RRI yang isinya
sebagai berikut: Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan
dirinya Gerakan 30 September; Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat;
Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat; Kepada rakyat
dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.
2) Tanggal
2 Oktober 1965
Operasi RPKAD yang dipimpin Kolonel
Sarwo Edhi Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang berhasil menguasai beberapa
tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk daerah sekitar
bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30
September.
3) Tanggal
3 Oktober 1965
Dalam operasi pembersihan di kampung
Lubang Buaya atas petunjuk seorang anggota polisi, Ajun Brigadir Polisi
Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para perwira Angkatan
Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI tersebut mendapat
penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.
4) Tanggal
4 Oktober 1965
Mayjen Soeharto memimpin satuan amphibi
(KKO) Korp Komando AL segera mengambil jenazah di sumur tua kemudian diangkut
ke RSAD dan disemayamkan di Mabes AD.
5) Tanggal
5 Oktober 1965
Bertepatan dengan HUT ABRI, dilakukan
pemakaman jenazah korban G 30 S/PKI di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Sebagai
Inspektur upacara adalah Jenderal AH. Nasution. Selanjutnya dilakukan upaya
penumpasan dan pengejaran terhadap tokoh-tokoh PKI dan pendukungnya seperti di
Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Solo, Wonogiri, Klaten, Boyolali, Jawa Timur,
dan Bali.
Untuk menumpas G 30 S/PKI di Jawa
Tengah, diadakan operasi militer yang dipimpin oleh Pangdam VII, Brigadir Suryo
Sumpeno. Penumpasan di Jawa Tengah memakan waktu yang lama karena daerah ini
merupakan basis PKI yang cukup kuat dan sulit mengidentifikasi antara lawan dan
kawan. Untuk mengikis sisa-sisa G 30 S/PKI di beberapa daerah dilakukan
operasi-operasi militer berikut: Operasi Merapi di Jawa Tengah oleh RPKAD di
bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo; Operasi Trisula di Blitar Selatan
dilakukan Kodam VIII/Brawijaya yang dipimpin Mayjen M. Yasin dan Kolonel
Witarmin; Operasi Kikis di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Usaha-usaha penangkapan tokoh-tokoh PKI
yang terlibat G 30 S/PKI secara langsung atau tidak langsung, antara lain:
Lettu Dul Latief ditangkap di Jakarta pada 9 Oktober 1965; Kamaruzaman,
Sadisman ditangkap di Jakarta; Untung Sutopo ditangkap di Tegal pada 11 Oktober
1965; DN. Aidit ditangkap di Sambeng, Solo pada 22 November 1965. Ketika akan
dibawa ke Jakarta, DN Aidit berusaha lari kemudian ditembak di daerah
Boyolali); Utomo Ramelan (Walikota Solo) juga ditangkap di Solo dan dibawa ke
Jakarta; Kol. Sakirman ditangkap di Semarang;
Mayor Mulyono ditangkap di Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment