A. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Akibat Perjanjian Renville, TNI yang
berada di Jawa Barat harus hijrah ke wilayah RI yaitu Jawa Tengah. Akan tetapi Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo bersama anak buahnya tidak ikut hijrah. Pada tanggal 17
Agustus 1949, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo
memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) di Kabupaten Tasikmalaya. Gerakannya dinamakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya
dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII).
Usaha-usaha menumpas gerakan DI/TII
memakan waktu cukup lama, hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain:
1) Faktor fisik: kondisi medannya berupa daerah
pegunungan-pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk
bergerilya.
2) Faktor sosial: pasukan Kartosuwiryo dapat
bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat karena sulit membedakan antara
rakyat dengan anggota DI/TII.
3) Faktor politik: pasukan DI/TII mendapat
bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan dan
para pendukung negara Pasundan.
4) Suasana politik yang tidak stabil dan sikap
beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan
keamanan.
Usaha
yang dilakukan pemerintah RI dalam menumas pemberontakan ini dengan cara damai
dan militer. Secara damai dengan mengirim surat yang dilakukan oleh Moh.
Natsir, tetapi gagal. Secara militer dengan melakukan Operasi Pagar Betis dan Operasi Bharatayudha. Dalam
Operasi Bharatayudha, Kartosuwirjo tertangkap di Gunung Geber (Majalaya) Jawa Barat pada tanggal 4 Juni 1962. Pada tanggal 14 Agustus 1962, Kartosuwirjo diajukan ke Mahkamah Angkatan Darat dan
dijatuhi hukuman mati pada tahun 1962. Kematian
Kartosuwirjo membuat
DI/TII di Jawa Barat dapat dipadamkan.
B. Pemberontakan
DI/TII di Jawa Tengah
1) Di Brebes, Tegal,
dan Pekalongan
Darul Islam di Brebes,
Tegal, dan Pekalongan diproklamasikan oleh Amir Fatah. Usaha penumpasan DI/TII di daerah ini dengan
membentuk operasi kilat Gerakan Banteng Negara pada Januari 1950 yang dipimpin
oleh Letkol. Sarbini (selanjutnya diganti Letkol. M. Bachrun, dan kemudian
digantikan oleh Letkol. Ahamd Yani).
2) Di
Kebumen
Pemberontakan DI/TII di Kebumen, Jawa
Tengah disebut dengan Pemberontakan Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz
Abdurrahman atau Kyai Somalangu.
Operasi penumpasan pemberontakan ini bernama
Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letkol. Soeharto (Komandan Brigade
Pragola). Pemberontakan dapat dihancurkan pada
awal tahun 1952.
Sementara itu, di daerah Merapi-Merbabu
juga terjadi kerusuhan oleh Gerakan Merapi Merbabu Complex (MMC). Untuk
menumpas DI/TII di daerah ini, maka dibentuk pasukan khusus yang diberi nama Banteng Raiders. Pada
bulan Juni 1954, pusat kekuatan gerakan ini hanya tinggal di perbatasan
Pekalongan dan Banyumas, namun akhirnya dapat ditumpas.
C. Pemberontakan
DI/TII di Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII
di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pemberontakan
ini bermula dari keinginan Kahar Muzakar untuk mendapat kedudukan pimpinan dalam Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat (APRIS) serta keinginan Kahar Muzakar agar seluruh
anggota KGSS dimasukkan dalam TNI ditolak oleh pemerintah.
Usaha pemerintah dalam menumpas pemberontakan ini dengan
jalan pendekatan yakni memberi pangkat Letnan Kolonel pada
Kahar Muzakar. Pada tanggal 17 Agustus 1951, bersama anak buahnya, ia melarikan diri ke hutan. Pada bulan
Januari 1952, ia menyatakan bahwa daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari
wilayah DI/TII Kartosuwirjo.
Pada tanggal 3 Februari 1965, Kahar
Muzakar berhasil ditembak mati. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dapat
dipadamkan setelah pemimpin lain yang
bernama Gerungan ditangkap pada bulan Juni 1965.
D. Pemberontakan
DI/TII di Aceh
Pemberontakan DI/TII
di Aceh dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Penyebabnya yaitu permasalahan
otonomi daerah, konflik antargolongan dan tidak lancarnya rehabilitasi dan
modernisasi serta diturunkannya status daerah Aceh, yang semula Daerah istimewa
setingkat dengan provinsi menjadi karesidenan di bawah provinsi Sumatra Utara. Pada tanggal 20 September 1953, Teuku Daud Beureuh
memproklamasikan Aceh bagian dari NII
Kartosuwirjo.
Usaha yang dilakukan pemerintah dalam menumpas pemberontakan
ini jalan pertama dengan operasi
militer yang mengakibatkan Daud Beureuh
terdesak dan lari ke hutan. Jalan kedua yaitu
secara damai, yaitu melakukan musyawarah kerukunan rakyat Aceh pada tanggal 17 - 28 Desember 1962
yang diprakarsai oleh Pangdam I Iskandar Muda Kol. M. Yasin. Cara damai ini
dapat menyadarkan Daud Beureueh untuk kembali
ke tengah masyarakat sehingga daerah Aceh dapat pulih kembali.
E. Pemberontakan
DI/TII di Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan
Selatan dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Pada tahun 1954, Ibnu Hajar menyatakan diri
sebagai bagian dari DI/TII di Jawa Barat.
Usaha pemberontakan
ini dengan cara menggalang kekuatan rakyat dalam gerakan Kesatuan Rakyat Yang
Tertindas serta melakukan pemberontakan dengan menyerang pos TNI sejak
pertengahan Oktober 1950.
Usaha penumpasan pemberontakan ini dengan cara pendekatan
kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan
untuk menyerah. Ia pernah menyerahkan diri dengan pasukannya dan diterima
kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Akan tetapi Ibnu Hadjar
bersama pengikutnya melakukan pemberontakan kembali. Pemerintah RI akhirnya
mengambil tindakan tegas dan pada akhir tahun 1959, Ibnu Hadjar dapat ditangkap
dan dijatuhi hukuman mati.
No comments:
Post a Comment