Search

01 June 2015

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)


A. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Akibat Perjanjian Renville, TNI yang berada di Jawa Barat harus hijrah ke wilayah RI yaitu Jawa Tengah. Akan tetapi Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo bersama anak buahnya tidak ikut hijrah. Pada tanggal 17 Agustus 1949, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) di Kabupaten Tasikmalaya. Gerakannya dinamakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII).
Usaha-usaha menumpas gerakan DI/TII memakan waktu cukup lama, hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain:
1)  Faktor fisik: kondisi medannya berupa daerah pegunungan-pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya.
2)  Faktor sosial: pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat karena sulit membedakan antara rakyat dengan anggota DI/TII.
3)  Faktor politik: pasukan DI/TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan.
4)  Suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan.
Usaha yang dilakukan pemerintah RI dalam menumas pemberontakan ini dengan cara damai dan militer. Secara damai dengan mengirim surat yang dilakukan oleh Moh. Natsir, tetapi gagal. Secara militer dengan melakukan Operasi Pagar Betis dan Operasi Bharatayudha. Dalam Operasi Bharatayudha, Kartosuwirjo tertangkap di Gunung Geber (Majalaya) Jawa Barat pada tanggal 4 Juni 1962. Pada tanggal 14 Agustus 1962, Kartosuwirjo diajukan ke Mahkamah Angkatan Darat dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1962. Kematian Kartosuwirjo membuat DI/TII di Jawa Barat dapat dipadamkan.
B. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
1)  Di Brebes, Tegal, dan Pekalongan
Darul Islam di Brebes, Tegal, dan Pekalongan diproklamasikan oleh Amir Fatah. Usaha penumpasan DI/TII di daerah ini dengan membentuk operasi kilat Gerakan Banteng Negara pada Januari 1950 yang dipimpin oleh Letkol. Sarbini (selanjutnya diganti Letkol. M. Bachrun, dan kemudian digantikan oleh Letkol. Ahamd Yani).
2)  Di Kebumen
Pemberontakan DI/TII di Kebumen, Jawa Tengah disebut dengan Pemberontakan Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdurrahman atau Kyai Somalangu. Operasi penumpasan pemberontakan ini bernama Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letkol. Soeharto (Komandan Brigade Pragola). Pemberontakan dapat dihancurkan pada awal tahun 1952.
Sementara itu, di daerah Merapi-Merbabu juga terjadi kerusuhan oleh Gerakan Merapi Merbabu Complex (MMC). Untuk menumpas DI/TII di daerah ini, maka dibentuk pasukan khusus yang diberi nama Banteng Raiders. Pada bulan Juni 1954, pusat kekuatan gerakan ini hanya tinggal di perbatasan Pekalongan dan Banyumas, namun akhirnya dapat ditumpas.
C. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pemberontakan ini bermula dari keinginan Kahar Muzakar untuk mendapat kedudukan pimpinan dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) serta keinginan Kahar Muzakar agar seluruh anggota KGSS dimasukkan dalam TNI ditolak oleh pemerintah.
Usaha pemerintah dalam menumpas pemberontakan ini dengan jalan pendekatan yakni memberi pangkat Letnan Kolonel pada Kahar Muzakar. Pada tanggal 17 Agustus 1951, bersama anak buahnya, ia melarikan diri ke hutan. Pada bulan Januari 1952, ia menyatakan bahwa daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari wilayah DI/TII Kartosuwirjo.
Pada tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar berhasil ditembak mati. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dapat dipadamkan setelah pemimpin lain yang bernama Gerungan ditangkap pada bulan Juni 1965.
D. Pemberontakan DI/TII di Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Penyebabnya yaitu permasalahan otonomi daerah, konflik antargolongan dan tidak lancarnya rehabilitasi dan modernisasi serta diturunkannya status daerah Aceh, yang semula Daerah istimewa setingkat dengan provinsi menjadi karesidenan di bawah provinsi Sumatra Utara. Pada tanggal 20 September 1953, Teuku Daud Beureuh memproklamasikan Aceh bagian dari NII Kartosuwirjo.
Usaha yang dilakukan pemerintah dalam menumpas pemberontakan ini jalan pertama dengan operasi militer yang mengakibatkan Daud Beureuh terdesak dan lari ke hutan. Jalan kedua yaitu secara damai, yaitu melakukan musyawarah kerukunan rakyat Aceh pada tanggal 17 - 28 Desember 1962 yang diprakarsai oleh Pangdam I Iskandar Muda Kol. M. Yasin. Cara damai ini dapat menyadarkan Daud Beureueh untuk kembali ke tengah masyarakat sehingga daerah Aceh dapat pulih kembali.
E. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Pada tahun 1954, Ibnu Hajar menyatakan diri sebagai bagian dari DI/TII di Jawa Barat. Usaha pemberontakan ini dengan cara menggalang kekuatan rakyat dalam gerakan Kesatuan Rakyat Yang Tertindas serta melakukan pemberontakan dengan menyerang pos TNI sejak pertengahan Oktober 1950.
Usaha penumpasan pemberontakan ini dengan cara pendekatan kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah. Ia pernah menyerahkan diri dengan pasukannya dan diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Akan tetapi Ibnu Hadjar bersama pengikutnya melakukan pemberontakan kembali. Pemerintah RI akhirnya mengambil tindakan tegas dan pada akhir tahun 1959, Ibnu Hadjar dapat ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

No comments: