A. Sidang Umum MPRS
Sejak Supersemar dilaksanakan, kehidupan
berbangsa dan bernegara ditata kembali sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
MPRS mengadakan sidang pada tanggal 20 Juni – 5 Juli 1966, sebagai ketuanya
yaitu Jenderal A.H. Nasution dan keputusan yang hasilkan: Tap No. IX/MPRS/1966 berisi pengukuhan
Supersemar sehingga Presiden Soekarno tidak dapat mencabutnya; Tap No. X/MPRS/1966 berisi pengukuhan
kedudukan MPRS sebagai MPR berdasarkan UUD 1945;
Tap No. XI/MPRS/1966, menetapkan
penyelenggaraan Pemilu paling lambat tanggal 5 Juli 1968; Tap No. XIII/MPRS/1966, berisi pemberian
kekuasaan kepada Jenderal Soeharto untuk membentuk Kabinet Ampera; Tap No. XVIII/MPRS/1966, berisi
pencabutan Tap No. III/MPRS/1963 yang berisi pengangkatan Soekarno sebagai
presiden seumur hidup; Tap No. XXV/MPRS/1966, berisi pengukuhan atas pembubaran
PKI dan ormas-ormasnya serta melarang penyebaran ajaran marxisme dan komunisme
di Indonesia.
Kendala utama yang dihadapi oleh Kabinet
Ampera yaitu adanya dualisme kepemimpinan nasional. Di
mana Presiden Soekarno bertindak sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan. Dan
Jenderal Soeharto bertindak sebagai
pelaksana pemerintahan.
Pada bulan Maret 1967, MPRS menggelar
sidang istimewa untuk menerima pertanggungjawaban presiden selaku mandataris
MPR. Dalam sidang, MPRS menilai pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang
berjudul “Nawaksara” (sembilan pasal) tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban
sebagai presiden, karena tidak menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang
terjadi pada tanggal 30 September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan sidang
tanggal 7 – 12 Maret 1967. Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat
ketetapan penting yaitu:
1) Ketetapan MPRS No.
XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan
mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya
presiden oleh MPRS hasil Pemilu.
2) Ketetapan MPRS No.
XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960
tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3) Ketetapan MPRS No.
XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang
Pemimpin Besar Revolusi.
4) Ketetapan MPRS No.
XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang
pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung
Karno.
B. Penataan
kembali Politik Luar Negeri Bebas Aktif
1) Menghentikan politik konfrontasi dengan
Malaysia dengan ditandatanganinya persetujuan menormalisasi hubungan
Indonesia-Malaysia tanggal 11 Agustus 1966. Selanjutnya 31 Agustus 1967 kedua
pemerintah telah membuka hubungan diplomatik pada tingkat Kedutaan Besar.
2) Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada
tanggal 28 September 1966 setelah meninggalkan PBB sejak 1 Januari 1965.
3) Indonesia ikut memprakarsai terbentuknya
sebuah organisasi kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara yaitu ASEAN pada
tanggal 8 Agustus 1967.
C. Pemilihan
Umum
Selama masa Orde Baru berkuasa, telah 6
kali melaksanakan pemilu, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Pada
tahun 1971, kontestan yang ikut pemilu sebanyak 10 parpol. Mulai tahun 1977
sampai dengan 1997 yang mengikuti pemilu 3 kontestan (PPP, Golkar, PDI). Untuk
memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk
melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai
politik. Fusi partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut: Tanggal 5 Januari
1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi Partai
Persatuan Pembangunan (PPP); Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik,
Perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia
(PDI).
Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun
1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan
Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI.
D. Sidang
MPR 1973
Dengan Pemilu I 1971, ditetapkan pimpinan MPR
dan DPR hasil Pemilu I adalah Idham Chalid. Selanjutnya MPR ini mengadakan
sidang pada bulan Maret 1973 yang menghasilkan beberapa keputusan diantaranya
sebagai berikut: Tap IV/MPR/1973 tentang GBHN sebagai pengganti Manipol; Tap
IX/MPR/1973 tentang pemilihan Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI; Tap
XI/MPR/1973 tentang pemilihan Sri Sultan Hamengkubuwana IX sebagai Wakil
Presiden RI.
No comments:
Post a Comment