A. Pertemuan Soekarno – Van Mook
Pertemuan ini
berlangsung di Gambir Selatan yang diprakarsai oleh Panglima AFNEI yaitu Letjen
Sir Philip Christison pada tanggal 25 Oktober 1945. Dalam pertemuan ini wakil Indonesia yaitu Soekarno, Moh. Hatta, Achmad
Subardjo dan H. Agus Salim sedangkan wakil dari Belanda yaitu Van Mook dan Van
der Plas. Dalam pertemuan ini kedua belah pihak belum mendapat titik pandang
yang sama.
B. Pertemuan Syahrir – Van Mook
Pertemuan ini
berlangsung di Markas Besar Tentara Inggris Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta pada
tanggal 17 November 1945. Pertemuan ini dari pihak Sekutu
diwakili oleh Letjen Sir Philip Christison, pihak Belanda diwakili Van Mook
sedangkan dari Indonesia diwakili Sutan Syahrir. Dalam pertemuan ini juga belum
menghasilkan kesepakatan.
C. Perundingan Hooge Veluwe
Pertemuan ini
berlangsung di Hooge Veluwe negeri Belanda pada tanggal
14-25 April 1946. Pertemuan ini dari pihak Indonesia diwakili oleh Mr.
Soewandi, dr. Soedarsono dan Mr. A.K. Pringgodigdo sedang dari Belanda diwakili
oleh Van
Mook, Prof. Logeman, Dr. Van
Royen, Van Asbeck, Sultan Hamid II dan Soerjo Santoso. Dan sebagai penengahnya dari pihak Sekutu yaitu Sir Archibald Clark Kerr.
Dalam perundingan ini tidak menghasilkan kesepakatan karena Belanda tidak
mengakui secara de facto kedaulatan RI atas Jawa dan Sumatra tetapi hanya Jawa
dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang diduduki oleh Sekutu.
D. Perundingan Linggarjati
Perundingan ini
berlangsung pada
tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon.
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh PM Sutan Syahrir (ketua) dan Moh.
Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo S.H, Dr. A.K Gani (anggota). Sedangkan Belanda
diwakili oleh Prof. Scermerhorn (ketua) dan De Boer, Van Pool (anggota). Dan
sebagai penengahnya dari Inggris yang diwakili oleh Lord Killearn. Hasil
Perundingan Linggajati ditandatangani tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk
(sekarang Istana Merdeka) yang berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto RI atas
Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto
paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
2. RI dan Belanda akan membentuk RIS, yang salah
satu negara bagiannya adalah RI.
3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian
Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan negatifnya. Dari segi positif
yaitu Belanda mengakui secara de facto atas RI (Jawa, Madura dan Sumatera).
Sedang segi negatifnya yaitu wilayah RI semakin sempit.
Walaupun sudah merdeka, tetapi masih di bawah kekuasaan Belanda.
E. Perundingan
Renville
Perundingan ini
dimulai pada 8 Desember 1947, di mana pihak Indonesia diwakili Mr. Amir
Syarifuddin (ketua) dan Ali Sastroamidjojo, H. Agus Salim, Dr. J. Leimena, Dr.
Coa Tik Ien, Nasrun (anggota). Sedang pihak Belanda diwakili R. Abdulkadir
Widjojoatmodjo (ketua) dan Mr. H.A.L. Van Vredenburgh, Dr. P. J. Koets dan Mr. Dr. Chr. Soumokil.
Perundingan ini berlangsung di atas kapal perang Amerika Serikat “USS
Renville”.
Hasil perundingan
Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, dan isi dari perjanjian tersebut yaitu:
1. Penghentian tembak-menembak.
2. Daerah-daerah di belakang garis Van Mook harus
dikosongkan dari pasukan RI.
3. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah
Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk.
4. Kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni
Indonesia-Belanda.
5. RI merupakan bagian dari RIS.
Akibat penandatanganan
Perjanjian Renville diantaranya: Ibu kota negara berpindah ke Yogyakarta karena Jakarta termasuk dalam
wilayah Belanda; Wilayah RI semakin sempit yaitu
Pulau Sumatera dikurangi Medan, Ujungkulon, Yogyakarta, Jateng; Terjadi long march yang dilakukan divisi Siliwangi (Jabar) dan divisi
Brawijaya (Jatim) pada tanggal 25 Januari 1948 dari daerah kantong ke
Yogyakarta;
Amir Syarifuddin dipecat dan diganti Moh. Hatta, karena
ada yang menganggap bahwa Kabinet Amir Syarifudin telah menjual negara kepada
Belanda.
F. Konferensi Asia di New Delhi
Konferensi ini berlangsung pada tanggal 20-25 Januari 1949. Dalam konferensi ini Indonesia diwakili oleh Mr.
Utoyo Ramelan, Sumitro Djoyohadikusumo, H. Rosyidi. Keputusan yang dihasilkan
dalam konferensi ini yaitu
1. Pengembalian Pemerintahan RI ke Yogyakarta.
2. Pembentukan pemerintahan ad interim sebelum
tanggal 15 Maret 1949.
3. Penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah
Indonesia.
4. Penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah
Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.
G. Perundingan Roem-Royen
Perundingan ini
dilaksanakan pada tanggal 14 April 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Dalam perundingan ini pihak dari PBB diwakili oleh Merle Cochran
(Amerika Serikat), dari Indonesia diwakili oleh Mr. Moh. Roem sedang dari
Belanda diwakili Dr. Van Royen. Dan keputusan
yang dihasilkan dalam perundingan ini yaitu
1. RI dan Belanda sepakat untuk menghentikan
tembak-menembak dan bekerja sama untuk menciptakan keamanan.
2. Pemerintah Belanda akan segera mengembalikan
pemerintah Indonesia ke Yogyakarta dan membebaskan para pemimpin RI yang
ditawan Belanda.
3. Kedua belah pihak sepakat untuk
menyelenggarakan KMB di Den Haag, Belanda.
H. Konferensi Inter Indonesia
Sebelum
dilaksanakan KMB, terlebih dahulu diadakan pendekatan dengan BFO (Bikeenkomst Voor Federal Overleg). Oleh karena itu
diselenggarakan Konferensi Inter Indonesia I pada tanggal 19-22 Juli 1949 di
Yogyakarta yang dipimpin oleh Moh. Hatta. Dalam Konferensi Inter Indonesia I
tersebut dihasilkan keputusan yaitu RI dan BFO membentuk tata negara RIS.
Konferensi Inter Indonesia II
diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli-2 Agustus 1949 yang dipimpin oleh
Sultan Hamid II (Ketua BFO). Dalam konferensi yang
kedua ini dihasilkan keputusan yaitu RI dan BFO siap menjadi RIS.
Hasil positif
Konferensi Inter Indonesia diantaranya
NIS yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama RIS, bendera kebangsaan
adalah Merah Putih, lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya, hari 17 Agustus
adalah Hari Nasional.
I. Konferensi Meja Bundar
Konferensi ini
berlangsung pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949 di Den Haag (Belanda).
Dalam konferensi ini delegasi Indonesia diwakili oleh Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh.
Roem, Prof. Dr.
Mr. Soepomo; dari pihak Belanda diwakili Mr. Van Maarseveen; dari BFO diwakili
Sultan Hamid II; dan dari pihak UNCI diwakili oleh Chritchley.
Keputusan yang dihasilkan:
1. Belanda mengakui kedaulatan kepada RIS pada
akhir tahun 1949.
2. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda
satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan
hubungan Uni Indonesia-Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda.
4. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh
tentara Belanda.
5. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan
TNI sebagai intinya.
6. RIS harus membayar utang Belanda sejak tahun
1942.
Terbentuknya Negara RIS
1. Negara RIS
terdiri dari 7 negara bagian dan 9 daerah otonomi.
- Negara bagian RIS terdiri dari Sumatra
Timur, Sumatra Selatan, Pasundan, Jawa Timur, Madura, NIT, dan RI.
- Daerah otonomi terdiri dari Riau, Bangka,
Belitung, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara,
Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah.
2. RIS
beribu kota di Jakarta, dengan Presidennya
Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta.
3. Penyerahan
kedaulatan dari Belanda kepada RIS pada tanggal 27 Desember 1949. Upacara
penyerahan dilaksanakan secara bersamaan di tiga kota, yaitu:
- Di Amsterdam, penyerahan kedaulatan
dilakukan oleh Ratu Yuliana, PM Williem Drees, dan Menteri Seberang Lautan Mr.
Sassen kepada delegasi RIS yaitu Moh. Hatta.
- Di Jakarta, penyerahan kedaulatan dilakukan
oleh Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.J.H.Lovink kepada delegasi RIS yaitu Sri
Sultan Hamengkubuwono IX.
- Di Yogyakarta, penyerahan kedaulatan RI
kepada RIS dilakukan oleh pejabat Presiden Mr. Assaat kepada A. Mononutu
(Menteri Penerangan RIS).
Dengan
adanya penyerahan penyerahan kedaulatan tersebut maka Belanda secara resmi
mengakui Indonesia dan pemerintahan Indonesia.
No comments:
Post a Comment