A. Perlawanan melalui organisasi MIAI
Majelis Islam A’la
Indonesia (MIAI) didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya pada masa
pemerintah Hindia Belanda. Pemrakarsa berdirinya organisasi ini adalah K.H. Mas
Mansur, K.H. Wahab Hasbullah, Wondoamiseno, dan lain- lain. MIAI (Majelis Islam
A’la Indonesia) merupakan organisasi satu-satunya yang tidak dibubarkan oleh
Jepang pada saat itu. Jepang tidak membubarkan MIAI karena tokoh-tokohnya yang
merupakan golongan nasionalis Islam sangat anti terhadap bangsa Barat.
Karena perkembangan
MAIA yang sangat pesat, adanya gerakan dari pemimpin MIAI yang menolak atas
aturan Jepang untuk menghormati kaisar Jepang, adanya gerakan yang menolak
larangan berbahasa Arab. Maka hal-hal tersebut menimbulkan kekhawatiran Jepang,
sehingga MIAI dibubarkan oleh Jepang pada bulan Oktober 1943 dan dibentuk
organisasi yang baru yaitu Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) pada tanggal
22 November 1943. Organisasi Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Ashari dan K.H.
Mas Mansyur yang merupakan wadah bagi seluruh kekuatan Islam.
B. Perlawanan melalui organisasi buatan Jepang
1. Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A
didirikan pada bulan April 1942 yang diketuai oleh Mr. Syamsuddin. Semboyan
dari gerakan ini yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon
Pemimpin Asia. Gerakan ini mengadakan kursus-kursus bagi para pemuda untuk
menanamkan semangat proJepang demi menghadapi pasukan sekutu dalam Perang Asia
Timur Raya. Karena gagal dalam menjalankan tugasnya maka gerakan ini dibubarkan
Jepang pada tahun 1943 dan sebagai gantinya dibentuklan Putera.
2. Gerakan Putera (Pusat Tanaga Rakyat)
Putera dibentuk
Jepang pada tanggal 1 Maret 1943 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno, Moh. Hatta,
Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansyur. Tujuan dibentuknya Putera adalah agar
kaum nasionalis maupun intelektual menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk
kepentingan Jepang.
Melalui Putera para
tokoh perjuangan dapat membela rakyat Indonesia dari kekejaman Jepang misalnya
saat Amir Syarifudin dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena dituduh sebagai
mata-mata Sekutu maka oleh para tokoh Putera, Amir Syarifudin dapat dibebaskan.
Selain itu melalui Putera, para tokoh dapat menggembleng mental dan semangat
rakyat Indonesia untuk cinta tanah air, nasionalisme, dan mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia.
Karena kegiatannya
yang dipandang hanya bermanfaat bagi bangsa Indonesia dan oleh Jepang berbahaya
bagi Jepang sendiri, maka pada tahun 1944, organisasi Putera dibubarkan Jepang.
3. Suishintai (Barisan Pelopor)
Setelah Putera
dibubarkan Jepang, panglima tentara Jepang membentuk Jawa Hokokai (Perhimpunan
Kebaktian Rakyat Jawa). Untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat Indonesia, pada
tanggal 14 September 1944 dibentuk Barisan Pelopor sebagai bagian dari Jawa
Hokokai. Pemimpin dari Barisan Pelopor diantaranya Ir. Soekarno, R.P. Suroso,
Otto Iskandardinata, dr. Buntaran Martoatmojo.
Organisasi ini
dimanfaatkan oleh para nasionalis sebagai penyalur aspirasi nasionalisme dan
memperkuat pertahanan pemuda melalui pidato-pidatonya. Selain itu dimanfaatkan
untuk menggerakkan massa dan memperkuat pertahanan.
4. Chuo Sangi In (Badan Pertimbangan)
Badan berdiri pada
tanggal 5 September 1943 atas anjuran Jenderal Hideki Tojo yang diketuai oleh
Ir. Soekarno. Anggotanya berjumlah 23 orang Jepang dan 20 orang Indonesia. Chuo
Sangi In bertugas memberi nasihat atau pertimbangan kepada Seiko Shikikan
(penguasa tertinggi militer Jepang di Indonesia).
Oleh para tokoh
perjuangan, Chuo Sangi In dimanfaatkan untuk mendidik kedisiplinan. Dengan
adanya Chuo Sangi In ini, para tokoh perjuangan ikut berperan dalam pengambilan
keputusan-keputusan yang diambil oleh Jepang.
C. Perlawanan melalui gerakan bawah tanah
Yang dimaksud
dengan gerakan bawah tanah adalah gerakan perlawanan yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi atau rahasia. Perlawanan-perlawanan tersebut diantaranya
perlawanan kelompok Syahrir, kelompok Amir Syarifuddin, golongan persatuan
mahasiswa, kelompok Sukarni, golongan kaigun, pemuda Menteng.
Gerakan-gerakan
perlawanan di atas dalam mencapai tujuannya melakukan kegiatan-kegiatan antara
lain menjalin komunikasi dan memelihara semangat nasionalisme, menyiapkan
kekuatan untuk menyambut kemerdekaan, mempropagandakan kesiapan untuk merdeka,
memantau perkembangan Perang Pasifik.
D. Perlawanan dengan besenjata
1. Perlawanan yang
dikobarkan oleh rakyat
a. Perlawanan di Aceh, berkobar pada tanggal 10
Nopember 1942 di Cot Pleing yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil.
b. Perlawanan di Pontianak, berkobar pada tanggal
16 Oktober 1943 yang dipimpin oleh Utin Patimah.
c. Perlawanan di Sukamanah, Singaparna, Jawa
Barat berkobar pada tanggal 25 Februari 1944 yang dipimpin oleh K.H. Zainal
Mustafa.
d. Perlawanan di Cidempet, Kecamatan Lohbener,
Indramayu berkobar pada tanggal 30 Juli 1944 yang dipimpin oleh H. Madriyas,
K.H. Srengseng, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa.
e. Perlawanan di Biak, berkobar pada tahun 1944
yang dipimpin oleh L. Rumkorem pemimpin dari Gerakan Koreri.
2. Perlawanan yang
dikobarkan PETA
a. Perlawanan PETA di Meureudu, Aceh berkobar
pada bulan November 1944 yang dipimpin oleh Perwira Gyugun T. Hamid.
b. Perlawanan PETA di Blitar berkobar pada
tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Syodanco Supriyadi. Tokoh-tokoh
lain yang terlibat adalah Syodanco Muradi, Dr. Ismail, Suparyono, Halir
Mangkudijaya, Sunanto dan Sudarmo.
c. Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap dipimpin
oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang
direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri
ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak
terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.
No comments:
Post a Comment